BAB I
PENDAHULUAN
Puisi
merupakan suatu bentuk karya sastra yang memuat berbagai fenomena-fenomena
kehidupan yang terpendam dan perlu diungkap serta dipahami. Dengan demikian
maka pesan atau manfaat yang terkandung didalamnya akan ditangkap dan dirasakan
oleh pembaca, sehingga puisi akan bermakna dan dapat dijadikan sebagai bahan
refleksi diri atau media pembelajaran.
Untuk
dapat memahami dan menyelami maknanya atau bahkan mengkritik karya sastra puisi
tentu tidak mudah, perlu adanya suatu teori dan metode-metode tertentu yang
nantinya akan dijadikan “pisau bedah” dalam menginterpretasi sebuah puisi.
Teori yang digunakan haruslah sesuai dengan sudut pandang dan hal-hal tertentu
yang ingin diungkap oleh kritikus dari sebuah puisi, sehingga apa yang ingin
diungkap dapat diperoleh dengan baik.
A.
Teori
kritik
Struktural
Semiotik adalah salah satu metode kritik dimana dalam penerapannya yaitu
mengkaji tentang struktur karya sastra berupa unsur intrinsik karya serta
kaitannya dengan sistem lambang atau simbol yang dikenal dengan semiotik yang
terdapat dalam karya sastra puisi.
Semiotik
adalah ilmu tanda dan istilah ini berasal dari kata Yunani yang berarti tanda.
(Panuti Sudjiman & Aart van Zoest, 1992). Secara umum semiotik ilmu yang
mempelajari tentang tanda-tanda. Semiotik itu mempelajari sistem- sistem,
aturan-aturan, dan konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut
mempunyai arti. Dalam kritik sastra, penelitian semiotik mempunyai analisis
sastra sebagai sebuah penggunaan bahasa yang bergantung pada konvensi-konvensi
tambahan dan memiliki ciri-ciri yang menyebabkan bermacam-macam cara.
(Preminger, dalam Pradopo, 119). Semiotika modern mempunyai dua orang pelopor,
yaitu Charles Sanders Peirce (1839-1914) dan Ferdinand de Saussure (1857-1913).
B.
Deskripsi
Teori
Metode
struktural adalah salah satu dari banyak metode yang digunakan penulis dalam
menginterpretasi puisi yang berjudul “Slopeng Basah” yang ditulis oleh Urip Sukamto, M. Pd.
Dalam
pandangan semiotik, bahasa merupakan sebuah sistem tanda, dan sebagai suatu
tanda bahasa mewakili sesuatu yang lain yang disebut makna. Bahasa sebagai
suatu sistem tanda dalam teks kesastraan tidak hanya menyaran pada sistem makna
tingkat pertama, melainkan terlebih pada sistem makna tingkat kedua. (culler,
1977: 114) Bahasa berkedudukan sebagai bahan dalam hubungannya dengan sastra,
sudah mempunyai sistem dan konversi sendiri, maka disebut sistem semiotik
tingkat pertama. Sastra mempunyai sistem dan konversi sendiri yang mempergunakan
bahasa, disebut sistem semiotik tingkat kedua.
Ilmu
semiotik ini menganggap bahwa fenomena sosial dan kebudayaan itu merupakan
tanda- tanda. Hal ini mengingat bahwa karya sastra itu merupakan sistem tanda
yang mempunyai makna yang mempergunakan bahasa. Bahasa sebagai karya sastra
sudah merupakan sistem semiotik atau ketandaan, yaitu sistem ketandaan yang
mempunyai arti
Tanda
mempunyai dua aspek: Penanda dan Petanda. Penanda adalah bentuk formal yang
menandai sesuatu. Sedangkan Petanda adalah sesuatu yang ditandai oleh penanda
itu. Tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa
pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan. Dalam hubungannya antara penanda dan
petanda ada beberapa jenis tanda yaitu ikon, indeks, dan symbol.
·
Ikon adalah
tanda yang paling mudah dipahami karena kemiripannya dengan sesuatu yang
diwakili(A.Chaer,2002:41). Dengan kata
lain yaitu suatu tanda yang acuan dengan hubungannya memiliki kemiripan. Contoh:
peta,
sketsa, dan globe (ikon tipologis).
·
Indeks adalah
tanda yang menunjukkan adanya sesuatu yang lain(A.Chaer,2002:41). Indeks adalah
tanda yang dengan acuanya memiliki kedekatan eksistensi.
Contoh:
hari
mendung menjadi tanda hujan. Gambaran suasana yang muram dalam pementasan
wayang merupakan indeks tokoh sedang sedih.
·
Simbol adalah
tanda yang hubungan dengan acuan terbentuk secara konvensional. Jadi sudah ada
persetujuan antara pemakai tanda tentang hubungan tanda dengan acuannya.
Contoh:
rambu lalu
lintas, dll..
Dalam
mengkomunikasikan informasi manusia menggunakan tanda dan simbol sebagai
medianya. sistem tanda juga digunakan dalam banyak hal, seperti traffic light,
simbol lalu lintas, penggunaan warna dalam berbagai keperluan serta sandi-sandi
dalam suatu komunitas dan sebagainya. Begitu juga dengan sastra yang bisa
dikatakan tidak terpisahkan dengan sistem tanda dan lambang. Sebab tanda sudah
merupakan bagian terpenting dalam sastra yang digunakan untuk menyampaikan
pesan ataupun gagasan pengarang terhadap pembaca.
Karya
sastra hususnya puisi menggunakan lambang bahasa sebagai medianya, hal itu erat
hubungannya dengan hakikat dari sastra puisi yaitu pemadatan, sehingga gagasan
yang panjang dituangkan melalui lambang bahasa berupa kata yang dianggap mampu mewakili
pikiran pengarang.
Dengan metode ini penulis berusaha mengkaji
unsur intrinsik dari puisi berjudul “Slopeng Basah” serta mengungkap secara
objektif pesan yang secara implisit tersimpan di dalam puisi berdasarkan
lambang ataupun simbol bahasa yang digunakan oleh pengarang dalam puisi
tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Analisis
Struktur Puisi
1.
Analisis
struktur fisik puisi “Slopeng Basah”
a.
Diksi
Diksi merupakan pemilihan kata yang
dilakukan penyair.
Karna puisi merupakan system lambang maka tentunya tiap kata mewakili banyak
makna, untuk itu kata yang digunakan harus cermat dan tepat sesuai dengan apa
yang dilambangkan, Diksi juga dapat mencerminkan seberapa kreatif pengarang
dalam menulis puisi, pemilihan diksi yang tepat akan menentukan tingkat
kepaduan makna ataupun gagasan penyair sehingga peyampaian pesan akan
betul-betul utuh. Pada judul puisi
“slopeng basah” sudah dapat kita lihat.
“Slopeng” merupakan nama suatu
tempat yaitu pantai, Kata (Slopeng) identik dengan air dan air identik dengan
basah atau, sesuatu akan basah apabila terkena air. Dan Pantai (slopeng)
penyebab terjadinya basah.
Begitu juga dengan diksi yang dipakai dalam baris-baris berikutnya
seperti pemilihan kata “Ombak, gemuruh, Melabuh, angin riuh” memiliki
keterkaitan dengan kata “Slopeng” yang berarti pantai yang identik
dengan itu semua.
b.
Citraan (Imaji)
Citraan yaitu kata atau susunan
kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi seperti penglihatan,
pendengaran dan perasaan, contohnya pada penggunaan kalimat “slopeng basah,
ombak gemuruh, tak melabuh” memberikan citraan visual seolah-olah pembaca dapat
merasakan pengalaman penyair dalam mendeskripsikan kondisi panatai sehingga
dengan begitu imajinasi pembaca akan hidup mengikuti apa yang tertulis dalam
puisi. Citraan perasaan juga dpat dirasakan dari kalimat “jatuh bersama mimpi,
terjaga seketika, merasa seketika”. Yang menggambarkan suasana batin sang
penyair.
c. Gaya Bahasa.
Gaya bahasa perupakan bahasa berkias yang dapat
menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkankonotasi tertentu (Soedjito,
1986:128). puisi ini menggunakan bahasa permajasan yakni
kiasan-kiasan metafora, yang mana penyair merusaha mengungkapkan suasana batin
dengan lambang bahasa yang memiliki kemiripan eksistensi seperti halnya “mendingin
tubuh” melambangkan kegelisahan yang dialami penyair, kemudian “Ombak
Gemuruh” melambangkan gejolak perasaan penyair yaitu bercampur baurnya berbagai
perasaan di dalam jiwanya. “Serindu
tak melabuh” mengiaskan
perasaan yang sama-sama dimiliki namun tak dapat disatukan karna terpisah jarak
tempat dan jarak waktu. “angin riuh” melambangkan puncak kegalauan batin
yang terombang ambing oleh kenangan yang tiba-tiba hadir menyerang pikirannya.
2.
Analisis
struktur batin puisi “Slopeng Basah”
a.
Tema
Tema megupakan gagasan utama yang
terdapat dalam puisi yang biasanya menjadi focus pembahasan. Berdasarkan
analisis dapat di simpulkan bahwa puisi ini bertema tentang suatu kenangan masa
lalu yang kemudian hadir dalam pikiran dan jiwa pengarang mengusik batinnya dan
menimbulkan perasaan-perasaan batin dan
kemudia membuat panyair tersadar akan sesuatu, yakni perasaan cinta nya
terhadap seorang wanita yang hadir menghiasi kenangan masa lalunya.
b.
Rasa (feeling)
Rasa merupakan suasana penyair yang
tertuang dalam puisi dalam hal ini berupa perasaan gelisah, rindu, dan
kegalauan batin.
c.
Amanat
Adapun amanat yang disampaikan
penyair yaitu bahwa segala kenangan masa lalu tentang perasaan cinta terhadap
seseorang bisa saja muncul dan tidak dapat dipungkiri bahwa hal itu akan menimbulkan
perasaan gelisah, kalut rindu dan sebagainya. Secara tegas dapat ikatakan bahwa
kenangan tak kan pernah bisa hilang dari diri seseorang.
B.
Interpretasi
Berdasarkan Metode Semiotik
(Judul) “Slopeng Basah”
“Slopeng”
merupakan nama suatu tempat yaitu pantai Slopeng yang letak geografisnya di
daerah Sumenep. Pemilihan Slopeng sebagai judul sekaligus kata yang mengawali
puisi memiliki peran penting. Kata Slopeng mempunyai pengaruh terhadap
pemilihan kata setelahnya yaitu “Basah” Sebab pantai (Slopeng) identik
dengan air dan air identik dengan basah atau, sesuatu akan basah apabila
terkena air. Dan Pantai (slopeng) penyebab terjadinya basah.
Kata “basah”
berantonim dengan kata “kering”. Kata “basah” pada judul puisi
merupakan lambang bahasa yang digunakan oleh pengarang untuk mengungkapkan
sesuatu yang sifatnya baru (suatu yang sudah lama kembali terasa baru),
sedangkan kata “kering” jika di korelasikan akan bermakna lama (sudah
berlalu, sudah terlupa) .
Dengan
demikian dapat diartikan sesuatu peristiwa atau perasaan batin yang sudah
berlalu/terlupakan yang kini hadir kembali/terkenang kembali/tersadar
kembali/teringat kembali. Atau dengan bahasa semiotiknya “yang telah ‘kering’
kini ‘basah’ kembali.
(Baris 1) “Slopeng
mendingin tubuh”
“Slopeng” dalam baris pertama menandakan bahwa pantai Slopeng
merupakan penyebab penyair terkenang kembali peristiwa atau perasaan batin yang
sudah lama berlalu terkenang/teringat kembali. Dilanjutkan dengan “Mendingin
tubuh”. “mendingin” merupakan dampak dari basah yang identik dengan
menggigil, sedangkan “tubuh” melambangkan diri penyair.
Baris
pertama secara keseluruhan dapat dipahami demikian. Peristiwa atau perasaan
batin di masa lalu yang kini terkenang kembali memberikan efek terhadap diri
penyair berupa kegelisahan yang begitu hebat yang di lambangkan dengan kata “mendingin”
(Baris 2) Terkenang
jauh
Kata “terkenang”
pada baris dua menjadi penguat dari interpretasi kata “basah” pada judul
puisi yang dimaknai dengan sesuatu yang hadir kembali/terkenang
kembali/tersadar kembali/teringat kembali. Dan kata “jauh” melambangkan
jarak waktu yang sudah terlampau jauh antara peristiwa lempau (kenangan) dengan
masa sekarang (yaitu saat puisi itu ditulis). Artinya sudah berlalu sangat
lama.
(Baris 3) Bulan
kutinggal
“Bulan” bisa dipastikan merupakan lambang dari seorang wanita
yang berparas cantik atau wanita yang istimewa bagi penyair. Dilanjutkan dengan
“kutinggal” maksudnya penyair pernah bersama tapi karna alasan tertentu
penyair meninggalkannya. Bisa karna sengaja atau terpaksa karna tuntutan takdir
dan sebagainya.
(Baris 4) Ombak
gemuruh
Sifat
ombak bergemuruh, bergelombang, bergelora dan bergejolak. Hal ini menggambarkan
suasana batin yang dirasakan penyair berupa gemuruh dan gejolak dari berbagai
macam perasaan yang timbul dihatinya antara senang kecewa, sedih, dan penyesalan.
Perasaan itu hadir bersamaan dengan menyeruaknya kenangan masalalu yang
tiba-tiba hadir menyerang jiwa dan raga sang penyair. Sehingga seolah-olah perasaan
itu “(me)-mainkan gelisah rindu (nya)” yang penyair tuangkan dalam baris
berikutnya.
(Baris 5) Mainkan
gelisah rindu
Pada
bagian ini dapat diinterpretasikan bahwa suasana tersebut seolah-olah
mempermaikan perasaan dan emosi sehingga bercampur antara perasaan gelisah
dalam gejolak kejiwaan penyair dengan perasaan rindu sebab bagi penyair dia
adalah bulan yang disayangi dan istimewa bagi penyair.
(Baris 6) Serindu
tak melabuh
Kata “serindu”
melambangkan perasaan yang sama antara penyair dengan dia (Bulan),
seperti perasaan kasih sayang yang sama-sama dimiliki oleh keduanya, perasaan
rindu yang ditimbulkan oleh kasih sayang diantara mereka.
“tak
Melabuh” atrinya tidak singgah melambangkan bahwa meskipun memiliki
perasaan yang sama namun keduanya tak lagi bersama dan bersatu.
(Baris 7) Angin
riuh
“Angin
riuh” adalah jenis angin yang tidak
bersahabat, angin yang sangat kencang yang dapat menghancurkan segala sesuatu
yang dilewatinya. Hal ini melambangkan
kegalauan yang tiba-tiba menjadi-jadi seolah-olah menghancurkan jiwa sebab
meskipun sang penyair memiliki perasaan sayang terhadap dia (Bulan),
penyair tidak dapat bersama kembali seperti yang telah dijelaskan pada
interpretasi baris 6.
(Baris 8) Jatuh
bersama mimpi
Setelah
terombang-ambing oleh kegalauan jiwa yang begitu dahsyat penyair seolah-olah
terhempas jatuh seketika bersama impian yang tak mungkin dia dapatkan kembali,
sebab waktu yang sudah berlalu tak mungkin dapat dia ulang kembali. Kata “jatuh”
disini melambangkan ketidakberdayaan penyair setelah mengenang semuanya tentang
masalalu beruapa cinta dan kasih sayangnya yang penyair miliki untuk sang “Rembulan”.
(Baris 9) Terjaga
seketika
(Baris 10) Merasa
eketika
“terjaga”
artinya tersadar dari keaadaan sebelumnya dan mulai merasakan keadaan yang
sebenarnya. “merasa seketika” merupakan perlambangan dari kesadaran
penyair terhadap perasaan jiwanya yang dahulu tidak beritu ia rasakan.
Maksud dari baris 9 dan 10 yaitu Setelah
beberapa saat penyair larut dalam kenangannya bergelut dengan gejolak jiwanya,
tenggelam dalam kegalauan hatinya maka di saat itulah penyair mendapatkan
kesadaran terhadap kenyataan yang saat ini dia jalani bahwa “Bulan”
tidak lagi bersamanya dan tak dapat lagi bersamanya. Disaat itu juga dia
merasakan bahwa dalam lubuk hatinya terdapat perasaan yang begitu kuat yang terangkat
kepermukaan.
(Baris 11) Slopeng
menyadarkan cinta
Dan
perasaan yang begitu kuat itu ditegaskan dalam baris terahir, yaitu perasaan
cinta. “Slopeng” merupakan sebab terkenangnya penyair terhadap peristiwa
atau perasaan batin pada masa lampau yang membuat jiwanya terguncang dan
bergejolak serta membuat hatinya gelisah. Sebab dalam lubuk hatinya dia
menyimpan perasaan cinta yang berbuah kerinduan kepada seorang wanita yang
dahulu sempat mengisi cerita hidupnya namun entah dengan alasan tertentu
penyair meninggalkannya sehingga pada akhirnya menyisakan kenangan yang tak
terlupakan.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil interpretasi dapat diperoleh dua kesimpulan
yakni kesimpulan teori dan kesimpulan interpretasi yaitu:
1.
Kesimpulan
Teori.
Metode Struktural Semiotik merupakan
metode kritik yang mengkaji tentang struktur puisi kaitannya dengan sistem
lambang yang digunakan dalam puisi untuk
mewakili gagasan pengarang yang ingin disampaikan.
Metode ini di anggap mampu dalam
mengungkap makna tersembunyi dengan cara membedah lambang bahasa yang digunakan
penyair dalam menyampaikan pesan.
2.
Kesimpulan
interpratasi
Dengan menggunakan metode Struktural
Semiotik puisi “Slopeng Basah” dapat dimaknai peristiwa atau perasaan batin
pada masa lampau yang membuat jiwa sang penyair terguncang dan bergejolak serta
membuat hatinya gelisah. Sebab dalam lubuk hatinya dia menyimpan perasaan cinta
yang berbuah kerinduan kepada seorang wanita yang dahulu sempat mengisi cerita
hidupnya namun entah dengan alasan tertentu penyair meninggalkannya sehingga
pada akhirnya menyisakan kenangan yang tak terlupakan.
Secara umum dapat artikan bahwa segala
kenangan masa lalu tentang perasaan cinta terhadap seseorang bisa saja muncul
dan tidak dapat dipungkiri bahwa hal itu akan menimbulkan perasaan gelisah,
kalut rindu dan sebagainya. Secara tegas dapat ikatakan bahwa kenangan tak kan
pernah bisa hilang dari diri seseorang.
Baca Juga:
Cerpen Kontroversial Langit Makin Mendung Karya Kipanji Kusmin.
Makalah tentang Kepunahan Bahasa
Makalah tentang Pembaca Karya Sastra
jangan lupa komentarnya sob...!!!
Analisis Puisi "Slopeng Basah" karya Urip Sukamto
Makalah tentang Pembaca Karya Sastra
jangan lupa komentarnya sob...!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar