PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehadiran karya sastra
ditengah-tengah masyarakat tidak pernah lepas dari peran pembaca sebagai
konsumen karya sastra, tidak hanya itu, karya sastra akan benar-benar menjadi
karya sastra apabila karya tersebut sampai kepada pembaca, dinikmati dan di
terima sebagai karya sastra. Beda halnya bila karya sastra tersebut hanya
sekedar ditulis namun tidak pernah dipublikasikan, sebagus apapun karya itu tak
akan berarti apa-apa. Layaknya biola tak berdawai, selamanya takkan pernah
menghasilkan nada yang indah. Untuk itu peran pembaca dalam karya sastra sangat
diperlukan, bahkan bersifat mutlak. Dalam makalah ini akan dibahas secara rinci
tentang Pembaca, hubungan pembaca dengan karya sastra dan sebagainya.
B. Rumusan Masalah
1. Siapakah pembaca yang dimaksud dalam karya sastra?
2. Bagaimana kedudukan pembaca dalam suatu karya sastra?
3. Bagaimanakah hubungan antara sastrawan dengan pembaca?
4. Bagaimanakah hubungan sosiologi sastra dengan pembaca?
C. Tujuan
Tujuan disusunnya karya
ilmiah ini yaitu untuk memberikan pemahaman secara mendalam tentang hakikat
pembaca karya sastra serta hubungannya dengan karya sastra itu sendiri maupun
ilmu sosiologi sastra.
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Pembaca
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI v1.1 Versi Software) Pembaca adalah 1) Orang yang
membaca, 2) orang yang gemar dan berbakat membacakan (Puisi, cerita, dsb), sedangkan
Pembaca kaitannya dengan sastra yaitu audiens yang dituju oleh
pengarang dalam menciptakan karya sastranya. Dalam hubungannya dengan
masyarakat pembaca atau publiknya, menurut Wellek dan Warren (1994)[1],
seorang sastrawan tidak hanya mengikuti selera publiknya atau pelindungnya,
tetapi juga dapat menciptakan publiknya. Menurutnya, banyak sastrawan yang
melakukan hal tersebut, misalnya sastrawan-sastrawan
Indonesia dengan ciri khasnya masing-masin
B. Kedudukan Pembaca dalam Karya Sastra
Pembaca memiliki peran penting dalam
dunia sastra. Adanya pembaca, dunia
sastra mengalami perkembangan, baik
dalam produksi karya ataupun segi keilmuan.
Tanpa pembaca, fungi sastra tidak memiliki perannya dalam karya. Jadi karya
tanpa ada pembaca tidak lebih dari sekedar kumpulan naskah. Dewasa ini,
kemunculan karya sastra semakin banyak.
Beberapa media cetak, seperti koran,
setiap minggu ada yang memuat karya
sastra. Lahirnya karya sastra, tidak
terlepas dari kepiawaian seorang
penulis dalam mengeksplorasikan idenya. Keberadaan karya sastra sampai
pada pembaca, tidak terlepas dari keberadaan penerbit atau media. Tujuan akhir dari penerbitan adalah
mampu menjadikan karya sastra dapat dimiliki oleh pembaca
yaitu masyarakat atau publik. Pembaca dapat dikatakan
sebagai raja pada kegiatan produksi sastra. Dalam
dunia sastra, penulis-karya- pembaca
merupakan mata-rantai dalam menggerakkan
perkembangan dunia sastra. Penulis
merupakan titik awal dalam keberadaan karya. Karya inilah yang
akan diterima oleh pembaca atau penikmat
sastra.
Pembaca
memiliki kebebasan dalam menganalisa
suatu karya. Setiap pembaca memiliki
pemahaman dan penafsiran yang berbeda-beda, karena teks sastra merupakan kajian interpretasi. Beraneka macamnya pemahaman pembaca terhadap
karya, diantaranya dapat terlihat dari ekspresi pembaca. Seperti pembacaan puisi, betapa
bervariasinya ekspresi pembacaan puisi. Satu puisi saja memiliki variasi yang
berbeda-beda, sesuai dengan pemahaman pembaca. Ada yang membaca puisi penuh emosi dan amarah dengan suara lantang, ada pula membaca dengan suara lembut menggunakan ekspresi sedih
dan meneteskan air mata. Begitupun
dengan genre prosa, bagaimana
pembaca mendalami konflik psikologis
dari tokoh dalam karya serta keadaan sosialnya.
Pembaca secara tidak langsung, seolah-olah ikut dalam
konflik yang terjadi. Kehadiran pembaca, membantu perkembangan ilmu sastra.
Setiap
pembaca karya sastra, pada dasarnya, ia telah bertindak sebagai ‘kritikus’, karena
pembaca dapat menilai apakah karya sastra yang telah dibaca itu menarik atau
tidak. Walau tidak ditulis dalam format tulisan, baik ilmiah atau non ilmiah. Kedudukan Pembaca Pembaca
mendapat tempat penting dalam dunia
sastra. Keberadaannya memberikan
sumbangsih pada perkembangan ilmu sastra. Kajian sastra tidak lagi terfokus pada teks, namun mampu merambah unsur ekstrenalnya
(pembaca pengarang dan unsur-unsur sosial di dalamnya). Selain
itu, pembaca merupakan ‘juri’ dalam menilai suatu karya. Bayangkan, jika tidak ada yang membaca karya sastra, fungsi sastra tidak memiliki peran pada karya.
C. Hubungan Sastrawan dan Pembaca
Keberadaan pengarang
dan karya sastra tentunya tidak pernah lepas dari pembaca, seperti pada
penjelasan sebelumnya bahwa tanpa pembaca, fungi sastra tidak memiliki
perannya dalam karya. Hal itu karna antara ketiganya memiliki hubungan
yang tak dapat dipisahkan, hususnya hubungan antara pengarang dan pembaca
dengan menjadikan karya sastra sebagai sarananya penghubungnya.
Hubungan sastrawan
dengan pembaca adalah hubungan timbal balik. Pada awal komunikasi, sastrawan
berkomunikasi dengan pembacanya berangkat dari praanggapan yang sama. Dalam
dunua sastra, praanggapan ini dinamakan konvensi sastra (Wahyudi Siswanto,
2008: 94)[2].
Sastrawan yang mengetahui konvensi yang sudah ada dibenak pembaca bisa
mengambil sikap mengikuti dan memanfaatkan konvensi itu. Sastrawan yang
mengambil sikap mengikuti konvensi bisa berangkat dari praanggapan yang sama
dengan pembaca dan tetap setia untuk menghasilkan karya sastra yang sesuai
dengan praanggapan tersebut.
Ada juga sastrawan yang mengambil sikap kedua, ia
memanfaatkan konvensi yang sudah ada dalam pembaca untuk mempermainkannya.
Sastrawan, bahkan bisa menentang konvensi dan menyodorkan sesuatu yang baru.
Pembaca sastra merupakan penerima karya sastra dengan
berbagai penafsiran sesuai dengan pandangan berdasarkan pengalaman dan
pengetahuan yang dimilikinya. Dalam hal ini terdapat hubungan interaksi
komunikasi secara tidak langsung antara pengarang dan pembaca. Penulis menambahkan,
Jika dikaji lebih mendalam terdapat ikatan-ikatan yang bersifat mutlak antara
pengarang dan pembaca, baik dari segi psikis, spiritual dan sosiologis. Serta hubungan
emosional dalam rangka mengungkap hal-hal tersebunyi didalamnya sehingga karya
sastra tersebut dapat diterima dan dapat pula menunjukkan perannya di
tengah-tengah masyarakat (sosial).
Bentuk penerimaan tergantung pada tingkatan pembaca.
Ada pembaca sastra awam, ada pembaca sastra yang sastrawan, ada pembaca sastra
kritikus, ada juga dari kalangan akademisi. Setiap pembaca mempunyai cara
tersendiri dalam menerima karya sastra.
D. Sosiologi Sastra dan Pembaca
Konsep dasar sosiologi
sastra yaitu Pemahaman terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan
aspek-aspek kemasyarakatan serta hubungan dwi arah antara sastra dan masyarakat
(Nyoman Kutaratna)[3]
1
Klasifikasi Sosiologi Sastra
Rene
Wellek dan Austin
Warren (1994) dalam (Wigi Sutrisno,2012)[4]
mengklasifikasikan Sosiologi sastra menjadi tiga. Yaitu:
·
Sosiologi pengarang. Yaitu memasalahkan
status sosial, ideologi sosial, dan
lain-lain yang menyangkut pengarang
sebagai penghasil sastra, atau
menjadikan latar sosial kemasyarakatan
pengarang sebagai salah satu faktor yang dipergunakan untuk
menilai karya sastra
·
Sosiologi karya sastra. Yaitu memasalahkan
apa yang tersirat dan apa yang menjadi
tujuan karya sastra
·
Sosiologi pembaca dan pengaruh sosial
karya sastra. Yaitu memasalahkan seberapa
jauh karya sastra itu memiliki
pengaruh terhadap masyarakat, khususnya pembacanya, dan seberapa jauh pembaca, masyarakat itu, terpengaruh oleh karya
sastra yang dibacanya.
Pembahasan
ini fokus pada poin ketiga yaitu sosiologi pembaca sekaligus pengaruh sosial
karya sastra.
Di samping itu, (Watt, via Damono, 1979)[5]. Berpendapat bahwa Sosiologi Pembaca “juga mengkaji
fungsi sosial sastra mengkaji sampai berapa jauh nilai sastra berkaitan dengan
nilai sosial”.
Dalam kajian sosiologi pembaca ini
yang dipentingkan adalah reaksi dan penerimaan pembaca terhadap karya sastra
tertentu. Untuk melihat reaksi dan penerimaan
pembaca terhadap suatu karya sastra perlu
diperhatikan keadaan sosial budaya masyarakatnya. Hal ini karena
latar belakang sosial budaya masyarakatlah yang mempengaruhi
pembaca
dalam menanggapi karya sastra tertentu.
2
Dampak dan fungsi sosial karya sastra
Setelah sampai kepada pembaca, karya sastra akan
dibaca, dihayati, dan dinikmati pembaca. Horatius dalam bukunya, (Ars
Poetica,14 SM), dalam (Wahyudi
Siswanto, 2008: 93)[6] telah
mengemukakan fungsi dan tujuan seorang penyair dalam masyarakat, yaitu “berguna
dan memberi nikmat, ataupun sekaligus menyatakan hal-hal yang enak dan
berfaedah untuk kehidupan”, yang dikenal dengan istilah Utile dan Dulce.
Apa yang dikemukakan oleh Horatius tersebut kemudian menjadi dasar perkembangan
teori pragmatik, dan resepsi sastra.
Teori pragmatik merupakan bidang kajian sastra yang
menitikberatkan kajiannya terhadap peran pembaca. Hal ini berkaitan dengan
dampak atau pun respon pembaca (masyarakat) terhadap karya sastra. Sedangkan
resepsi sastra berkaitan dengan bagaimana pembaca memberikan makna serta
penafsiran terhadap karya sastra yang dibacanya, sehingga menimbulkan reaksi
terhadapnya. Baik reaksi konstruktif (apabila sastra dianggap membangun),
ataupun destruktif, (apabila karya sastra dianggap bertentangan dengan prisip
dirinya)
PENUTUP
A. Simpulan
1
Pembaca (Pembaca Karya
Sastra) merupakan audiens yang dituju oleh pengarang dalam menciptakan
karya sastranya. Dalam hubungannya dengan masyarakat pembaca atau publiknya,
menurut Wellek dan Warren (1994)
2
Pembaca memiliki
kedudukan yang sangat penting dalam karya sastra. pembaca dapat dikatakan
sebagai raja pada kegiatan produksi sastra. Dalam
dunia sastra, penulis-karya-pembaca merupakan mata-rantai dalam menggerakkan perkembangan dunia sastra. Setiap pembaca memiliki pemahaman dan penafsiran yang berbeda-beda, karena teks sastra merupakan kajian interpretasi. Selain
itu, pembaca merupakan ‘juri’ dalam menilai suatu karya. Bayangkan, jika tidak ada yang membaca karya sastra, fungsi sastra tidak memiliki peran pada karya.
3
Hubungan sastrawan dengan
pembaca adalah hubungan timbal balik. Dalam hal ini terdapat hubungan interaksi
komunikasi secara tidak langsung antara pengarang dan pembaca. bahkan Jika
dikaji lebih mendalam terdapat ikatan-ikatan yang bersifat mutlak antara
pengarang dan pembaca, baik dari segi psikis, spiritual dan sosiologis. Serta
hubungan emosional dalam rangka mengungkap hal-hal tersebunyi didalamnya
sehingga karya sastra tersebut dapat diterima dan dapat pula menunjukkan
perannya di tengah-tengah masyarakat (sosial).
4
Sosiologi pembaca Yaitu memasalahkan seberapa jauh karya sastra itu memiliki pengaruh terhadap masyarakat, khususnya pembacanya, dan seberapa jauh pembaca, masyarakat itu, terpengaruh oleh karya
sastra yang dibacanya.
Di samping itu, (Watt, via
Damono, 1979). Berpendapat bahwa Sosiologi Pembaca “juga
mengkaji fungsi sosial sastra mengkaji sampai berapa jauh nilai sastra
berkaitan dengan nilai sosial”.
Fungsi
dan tujuan seorang penyair dalam masyarakat, yaitu “berguna dan memberi nikmat,
ataupun sekaligus menyatakan hal-hal yang enak dan berfaedah untuk kehidupan”,
yang dikenal dengan istilah Utile dan Dulce. Apa yang dikemukakan
oleh Horatius tersebut kemudian menjadi dasar perkembangan teori pragmatik, dan
resepsi sastra.
B. Saran
Pembaca yang baik
adalah pembaca yang tidak hanya sekedar membaca. Tapi mampu mengungkap hal
tersembunyi dalam karya sastra. Sehingga kemunculan karya sastra tersebut lebih
bermakna serta memberikan manfaat yang bersifat membangun terhadap masyarakat
secara umum.
DAFTAR PUSTAKA
Harian Haluan. Pembaca Sebagai Raja dalam Karya Sastra. Dalam
situs
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=sosiologi%20pembaca%20&source=web&cd=4&ved=0CEIQFjAD&url=http%3A%2F%2Fstaff.uny.ac.id%2Fsites%2Fdefault%2Ffiles%2Fpendidikan%2FDra.%2520Wiyatmi%2C%2520M.Hum.%2FBAB%2520III.doc&ei=izWsUI_pKcrmmAXbuYHoDw&usg=AFQjCNHms7yfp9HMHMI7ynz8R-P1X53DQQ
Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI v1.1 Versi Software). 2010.
Siswanto,
Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo.
Sutrisno, Wigi. 2012. Pendekatan Pengkajian Sastra. Dalam situs
[1](http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=sosiologi%20pembaca%20&source=web&cd=4&ved=0CEIQFjAD&url=http%3A%2F%2Fstaff.uny.ac.id%2Fsites%2Fdefault%2Ffiles%2Fpendidikan%2FDra.%2520Wiyatmi%2C%2520M.Hum.%2FBAB%2520III.doc&ei=izWsUI_pKcrmmAXbuYHoDw&usg=AFQjCNHms7yfp9HMHMI7ynz8R-P1X53DQQ)
[4]
http://wigi-sutrisno.blogspot.com/2012/01/pendekatan-pengkajian-sastra.html?m=1
[5](http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=sosiologi%20pembaca%20&source=web&cd=4&ved=0CEIQFjAD&url=http%3A%2F%2Fstaff.uny.ac.id%2Fsites%2Fdefault%2Ffiles%2Fpendidikan%2FDra.%2520Wiyatmi%2C%2520M.Hum.%2FBAB%2520III.doc&ei=izWsUI_pKcrmmAXbuYHoDw&usg=AFQjCNHms7yfp9HMHMI7ynz8R-P1X53DQQ)
Baca Juga:
Cerpen Kontroversial Langit Makin Mendung Karya Kipanji Kusmin.
Pembaca Karya Sastra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar